Hari ini
saya melihat di wall Facebook, seorang teman meng-share sebuah artikel. Artikel
tersebut berisi tentang orang Indonesia yang suka tulis gelar akademik di
undangan nikah.
Dia yang
meng-share dan juga teman-teman yang ikut berkomentar sepertinya ikut
mentertawakan kebiasaan yang ditulis di judul itu. Lah iya, karena mereka tidak
memiliki gelar yang patut dibanggakan? Oh no, maaf… lebih tepatnya mereka belum
tuntas membaca semua artikel tersebut. Karena setelahku’klik dan kubaca, isinya
positif koq.. terutama poin yang terakhir: “Bisa membuka relasi
dengan orang lain”. Pada bagian keterangan ditulis: “Tamu undangan yang melihat
bidang pendidikanmu yang mungkin mempunyai bidang yang linier, bisa aja nawarin
kamu kerjaan dengan prospek cerah lho!”. Nah loh. Lagian bukankah di ijazah
kita itu ada tulisannya: “selamat bla bla bla… dan berhak menggunakan gelar bla
bla bla..”menurut saya, gelar yang kita dapatkan itu adalah jerih payah kita
selama bertahun–tahun.
Gelar
adalah nama tambahan baru untuk nama kita. Dari saya SD saya sering iseng nulis
nama lengkap disertai gelar sarjana di belakang nama saya. Dulu kepenginnya
jadi sarjana ituhh… tak tahunya saya gak berjodoh dengan gelar itu. Ternyata eh
ternyata orang tua suamiku alias mertua saya, dua-duanya bergelar itu. Hehehe..
sampai saat ini saya belum pernah cerita sama mereka sih. Dan maafin buat ibu
mertusaya yahh.. (saya memanggilnya mama) meskipun kamu melarang saya untuk
mencantumkan gelarmu di undangan pernikahanku, tapi saya super nekat tetap
mencantumkan. Lagian sayang juga nyetaknya udah jauh-jauh di kota gudeg
tempatmu dulu menuntut ilmu, tapi gelarmu ditinggal. Hehe..
Eh, kembali lagi soal artikel yang di share
temanku itu yah, Alamakkk.. artikelnya tuh pake contoh undangannya seorang
dengan gelar dokter pula. Dia seorang artis yang kita kenal. Maksudnya apa yah?
Kenapa tidak disensor namanya?. Apakah sama Hani Dwi dengan dr. Hani Dwi?... ya
bedalah… terus bagaimana dengan yang menggunakan gelar non akademik,
misalnya TNI atau POLRI? Karena ada juga seorang teman yang nyinyir menanggapi
undangan yang bergelar pangkat. “Apa dia pamer yah?” begitu katanya. Loh.. kan
teman-teman seprofesinya juga mendapat undangan itu jadi yang menerima tau, oh
ini Bripka XX mau menikah.. Oh Jenderal ini mau mantu.. Dan nama jabatan itu
sudah melekat dengan nama asli mereka. Nggak ada pamer-pameranlah, karena itu
sudah menyatu dengan nama asli mereka. Jadi… mau menggunakan atau tidak
gelarnya, semua itu tergantung pribadi masing-masing dan tentunya masing-masing
itu punya alasan tersendiri untuk tidak mencantumkan gelarnya seperti halnya
dengan mama saya itu.
Yang
jelas positif thinking ajalah. Jangan merasa iri atau syirik melihat
kebahagiaan orang lain karena mereka mendapatkan semua itu tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Yang penting lagi nih, gelarnya bukan gelar palsu
ye… Semangat hari Senin!