Hari ini,
Minggu 19 Juli 2020 kita kehilangan salah satu penulis besar. Sapardi Djoko
Darmono telah pergi untuk selamanya. Diusia ke 80 tahun (20 Maret 1940). Kita
tidak akan menjumpai tulisan-tulisan barunya. Tapi karya-karya beliau akan
tetap abadi. Berikut kutipan-kutipan dari puisi beliau.
1.
Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu,
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu
Puisi
ini menjadi salah satu karya paling fenomenal ciptaan Sapardi Djoko Damono.
Mengisahkan tentang kesabaran dan ketabahan seseorang. Kumpulan puisi
"Hujan Bulan Juni" bahkan telah dialihbahasakan ke dalam empat
bahasa, yakni Inggris, Jepang, Arab, dan Mandarin.
2.
Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau tak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau
akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih-letihnya kucari
Melalui
puisinya itu, Sapardi Djoko Damono menuturkan alasan mengapa ia masih menulis
hingga kini. Penyair yang lahir dan besar di Surakarta ini seakan menyelipkan
wasiat bahwa kita akan kekal bersama tulisan-tulisan yang kita tinggalkan.
Puisi "Pada Suatu Hari Nanti" itu juga tercatat dalam buku
"Hujan Bulan Juni".
3.
Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu.
Kita
abadi: Memungut detik demi detik
Merangkainya
seperti bunga
Sampai
pada suatu hari kita lupa untuk apa.
"Tapi, yang fana adalah waktu,
bukan?" tanyamu.
Kita abadi "Yang Fana Adalah
Waktu"
Dahulu
merupakan judul puisi Sapardi yang termasuk ke dalam kumpulan sajak Perahu
Kertas (1983). Puisi tersebut merupakan seri ketiga dari trilogi buku
"Hujan Bulan Juni". Dikisahkan tentang hubungan Sarwono dan Pingkan,
mereka hanya berkomunikasi menggunakan surel.
4.
Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu
kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Banyak
sekali karya yang diciptakan Supardi selama hidupnya, "Aku Ingin"
menjadi salah satu karya yang terkenal. Bahkan, puisi ini beralih wahana
menjadi sebuah lagu atau biasa disebut musikalisasi puisi. Puisi yang
menggambarkan perasaan mencintai seseorang seperti pengorbanan ini termasuk ke
dalam kumpulan puisi dalam buku "Hujan Bulan Juni". 5. Hanya Hanya
suara burung yang kau dengar Dan tak pernah kaulihat burung itu Tapi tahu
burung itu ada di sana Hanya desir angin yang kaurasa Dan tak pernah kaulihat
angin itu Tapi percaya angin itu di sekitarmu Hanya doaku yang bergetar malam
ini Dan tak pernah kaulihat siapa aku Tapi yakin aku ada dalam dirimu Satu lagi
dari sekian banyak karya fenomenal Sapardi, pembaca seakan dibuat menyelam jauh
ke dalam kata-kata yang ia buat. Tak perlu metafora berlebihan, Sapardi mampu
memberikan makna dari kata-kata sederhana tetapi tetap bisa menyentuh perasaan.
Setahun
yang lalu, saya mengikuti sayembara menulis puisi sebuku Sapardi Djoko Darmono,
saya bangga dan bersyukur puisi saya terpilih dan diterbitkan satu buku dengan
beliau. Puisi saya berjudul “Kepada Wanita Angin”. Buku antologi puisi tersebut
akan menjadi kenang-kenangan dan sejarah dalam hidup saya.
Terima
kasih eyang Sapardi sudah menginspirasi banyak penulis-penulis muda di
Indonesia. Selamat jalan Eyang, di usiamu yang ke 80 tahun, berisitirahatlah
tenang di sana. Karyamu akan abadi selamanya.
Kenang-kenangan